Tradisi Khatam Kitab

  • 03-11-2023
  • 05:19 WITA
  • Rifqi Ahrar Mudatsir
  • Opini

Beberapa hari yang lalu, Syekh Hisyam Kamil berkunjung ke Mangkoso. Kunjungan ini bagian dari rihlah ilmiah beliau ke beberapa daerah di Indonesia dan Malaysia. Sebut saja rihlah ilmiah, sebab beliau safar dalam rangka membuka majelis ilmu dan ijazah 'ammah.

Sekitar empat hari di Mangkoso, beliau mengkhatamkan lima kitab sekaligus plus ijazah sanad. Alhamdulillah sukkuru maraja, Allah izinkan untuk turut khidmah dan menyimak kembali dars-dars beliau.

Di awal dars, beliau sudah mewanti-wanti, bahwa majelisnya hanyalah majelis qiraah, bukan majelis syarah. Sebab jika ingin syarah, butuh waktu yang lama untuk khatam. Kalaupun ada syarah, itu hanya syarah yang sederhana.

Kendati demikian, satu poin penting: bahwa setiap kitab yang beliau ajarkan di Mangkoso, semuanya khatam. Min awwalihî ilâ âkhirihî. 

Ngaji sampe khatam sudah menjadi tradisi Syekh Hisyam dan para masyayikh Azhar di Mesir. Sangat jarang ada majelis ilmu yang diampu masyayikh Azhar, yang kajiannya tidak khatam. Khatam yang hanya dengan beberapa pertemuan atau yang tahunan sekalipun. Tinggal si thalib, apa sanggup bertahan hingga akhir. Karena khatam tentang konsistensi tingkat tinggi. Karena khatam ibarat lari maraton; butuh nafas panjang. 

Dari gestur para masyayikh ini, seolah memberi kesan pada kita: kalo ngaji ya harus khatam, plus di bawah bimbingan guru. Khatam; agar pemahaman kita terhadap suatu fan ilmu menjadi utuh. Di bawah bimbingan guru; untuk memastikan transmisi pemahaman sudah tepat lagi benar. Kedua unsur inilah yang kemudian populer dengan sebutan talaqqi.

Lebih dari sekali, saya mendengar Syekh Hisyam berpesan, "Lebih baik mengkaji kitab tipis asal khatam, daripada mengkaji atau punya kitab tebal nan berjilid tapi tidak khatam". Dilain kesempatan beliau menasehati, "Kitab yang khatam berkali-kali, jauh lebih baik daripada kitab yang khatam hanya sekali".

Tak heran, Syekh Hisyam ketika mengadakan majelis ilmu, beliau 'hobi' mengkhatamkan kitab-kitab tipis. Beliau pernah berkata, saya cukup berkutat di kitab-kitab pemula, biar Syekh lain yang menjelaskan kitab tingkat lanjut. Memang manhaj beliau, mengurai kitab yang ringan lagi sederhana. Pun dalam ceramah dan khutbahnya, beliau selalu mengangkat tema sederhana dan terlihat sepele, namun luput dari perhatian masyarakat.

Dari masyayikh, kami juga belajar, energi komitmen itu harus muncul pertama kali dari sang guru. Jika tiba gilirannya kita menjadi muallim, kita adalah orang pertama yang menularkan energi itu kepada para murid. Maka ketika memutuskan untuk membuka majelis ilmu, tekad khatam dan memahamkan secara tuntas sudah harus ada sebelum majelis itu dimulai. Butuh alokasi curahan waktu dan tenaga yang tidak main-main. Maka aktivitas mengajar adalah yang utama, bukan sambilan, apalagi sisa-sisa tenaga dari aktivitas lainnya. Dan tentu, butuh taufiq dari Allah Swt.

Alhamdulillah, Rabu kemarin, empat hari setelah Syekh Hisyam meninggalkan Mangkoso, saya dan sebagian santri kembali khataman kitab. Majelis syarah ini memakan waktu kurang lebih 20 hari. Mulai 6 Oktober 2023 dan khatam 1 November 2023. Sejak dimulainya, dars berlangsung hampir setiap hari, siang malam, diluar jam sekolah dan pengajian.

Adalah kitab Tuhfah Saniyyah, syarah terhadap matan Jurumiyah. Karya Syekh Muhammad Muhyiddin Abdil Hamid; muhaqqiq ternama plus ulama Azhar yang tahun kelahirannya sama dengan Anregurutta Ambo Dalle. Tuhfah Saniyyah adalah syarah pembuka bagi syarah-syarah Jurumiyah level selanjutnya; syarah Syekh Makudi, syarah Syekh Khalid Al-Azhary, & syarah Syekh Kafrawi berikut masing-masing hasyiyah-nya.

Secara pribadi, saya bercita-cita mengadakan majelis ilmu sebagaimana masyayikh kami. Majelis ilmu yang atmosfernya sama dengan majelis ilmu yang berhamburan di sekitaran Al-Azhar. Dihadiri oleh orang-orang yang murni mencari ilmu. Tanpa tendensi absen atau hal lainnya. Semoga Allah izinkan, semoga Allah ridha. 

Maka apa yang saya lakukan, adalah ikhtiar kecil membangun tradisi sebagaimana tradisi yang dibangun oleh para masyayikh kami.

Tradisi tentang khatam; paham dan memahamkan secara tuntas. Tradisi tentang transmisi ilmu; harus duduk massulekka di depan guru. Tradisi tentang indahnya menyelami khazanah turats para ulama kita.