AL-MUHYI AL-MUMITU

  • 12-11-2023
  • 08:25 WITA
  • Darlis Dawing
  • Opini

Al-Muhyi al-Mumitu dua nama yang tidak terpisahkan. Artinya, Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan. Dialah mengatur seluruh kehidupan ini. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelakan kedua nama tersebut dalam banyak ayat. Di antaranya adalah QS. Ghafir: 11
???????? ???????? ?????????? ??????????? ??????????????? ????????????
“Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula),
Narasi Al-Qur’an menegaskan ada dua bentuk kematian dan kehidupan. Kematian pertama terjadi di alam arwah, dan kematian kedua terjadi di dunia. Sementara kehidupan pertama terjadi di alam dunia, dan kehidupan kedua terjadi di akhirat ketika Allah membangkitkan makluk untuk dihisap.
Baik kematian maupun kehidupan adalah hak kuasa Allah. Tidak ada yang mampu memilih akan lahir di bumi mana, sebagaimana tidak ada yang mampu memastikan bumi mana tempat kematian. Tempat dan waktu adalah persoalan di luar kontrol manusia. Manusia hanya mampu memilih cara yang berakibat pada balasan.
Sayangnya, hari ini manusia sudah tampil seperti Tuhan; angkuh dan arogan. Mereka membunuh sesama manusia tanpa belas kasihan. Mereka juga menghacurkan lingkungan tanpa tanggungjawab. Dewasa ini, tidak hanya terjadi tragedi kemanusiaan, tapi juga tragedi kesemestaan.
Salah satu penyebab tragedi tersebut adalah pandangan dunia yang salah kaprah. Di antaranya klaim bahwa kehidupan hanya bagi manusia terentu. Hewan, tumbuhan dan batuan hanyalah komiditas tidak memiliki arti lebih, apalagi memiliki hak hidup. Pandangan ini tentu sangat menyesatkan.
Konteks ini perlu pembaharuan cara pandang, juga pemahaman tentang hakekat kehidupan dan kematian yang lebih luas.
Pertama, bahwa seluruh makluk memiliki arti, fungsi yang otentik, dan juga memiliki kehidupan yang setara. Al-Qur’an telah menegaskan (QS.al-Anbiya: 33:
?????? ???????? ?????? ???????? ???????????? ??????????? ????????????? ????? ???? ?????? ?????????????
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya"
Kata yasbahun memiliki banyak penafisiran. Bisa berarti seluruh makhluk bertasbih layaknya manusia. Bisa juga dipahami sebagai ketundukan pada aturan Allah.
Syeikh Al-Nabulsi menegaskan bahwa seluruh ciptaan pada hakekatnya memiliki kehidupan, baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan bahkan batu-batuan. Bentuk kehidupan mereka berbeda dan bertingkat.
Kedua, hakekat kehidupan dan kematian bukan hanya pada menyatu dan terpisahnya ruh dari badan. Tapi kehidupan yang tertinggi adalah ketersambungan manusia dengan Tuhannya.
Sebaliknya, kematian yang sebenarnya adalah hilangnya aspek spiritualitas dan matinya rasa kemanusiaan.
Banyak orang masih memiliki ruh dan badan; berjalan dan makan. Tapi hakekatnya telah mati. Tidak memiliki kasih sayang, kepedulian, tanggungjawab dan amanah, bahkan sudah tidak memiliki rasa kemanusian, apalagi kemestaan. Dan ini yang telah dunia saksikan hari ini; perang yang tiada akhir.
Sebaliknya, banyak orang yang sudah mati; terpisah jasad dan ruhnya. Tapi pada hakekatnya mereka masih hidup. Hidup di sisi Allah karena bersama Yang Maha Menghidupkan. Hidup di sisi manusia, karena kebaikan yang terus dikenang selamanya.
Tidak perlu merayakan kehidupan dan kemenangan dengan berlebihan, siapa tau itu adalah kematian dan kekalahan. Juga tidak perlu meratapi kematian dan kekalahan, siapa tau itulah hakikat kehidupan dan kemenangan!