Kritik Sosial dalam Novel Azazil karya Yusuf Zaidan (Kajian Strukturalisme Genetik)

  • 09:37 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Nama   : Alif Rahmat Islami

NIM    : 40100119128

<!--[if gte vml 1]> <!--[endif]-->Judul    : Kritik Sosial dalam Novel Azazil karya Yusuf Zaidan (Kajian Strukturalisme Genetik)

 

RESUME SKRIPSI

<!--[if !supportLists]-->A.    <!--[endif]-->Pendahuluan

Karya sastra biasa disebut sebagai cermin kehidupan, karena hal-hal yang muncul di dalamnya relevan dengan kehidupan masyarakat. Hal tersebut karena Sastra dipengaruhi oleh masyarakat dimana ia berasal, yang mana gagasan dan sikapnya berasal dari masyarakat sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan sosial tertentu, sehingga tunduk pada pengaruh yang berlaku di lingkungan tersebut.

Sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena “setiap teks tidak lain adalah pengalaman sosial yang terbentuk melalui realitas yang dibayangkan, terlepas dari semua jarak objektif yang dibutuhkan oleh beberapa penulis untuk mempraktikkan sastra. Dapat dikatakan bahwa sastra hanya dapat ditemukan dalam masyarakat, karena setiap masyarakat memiliki sastranya sendiri, dan setiap sastra memiliki masyarakatnya sendiri. Ini adalah fenomena sosial yang mendasar, karena penulis tidak menjalani hidupnya dengan terisolir dari masyarakat. Tapi ia merupakan makhluk sosial yang merespon pengaruh lingkungan, dan mengikuti realitas yang ada.

Sastra dianggap sebagai hasil akhir dari interaksi faktor-faktor masyarakat, karena hubungan antara sastra dan masyarakat tidak lagi membutuhkan penegasan, karena telah menjadi kenyataan yang dibenarkan oleh para filsuf dan pemikir. Auguste Comte berkata: “Tidak mungkin mengetahui suatu makna dengan baik kecuali dengan melihat sejarahnya.” Teori ini pada dasarnya adalah singgungan kepada interaksi dan  ketergantungan yang ada antara masyarakat dan sastra.

Melalui karya sastra, sastrawan dapat memberikan tanggapannya terhadap kondisi sosial. Tanggapan ini termasuk kritik sosial. Sastrawan mengungkapkan kritiknya terhadap realitas sosial yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sastra menjadi media yang digunakan oleh sastrawan untuk mengkritik, karena salah satu peran sastra adalah kontrol sosial. Kontrol ini berupa respon terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Gagasan kritik sosial berawal dari teori yang mengatakan: Sastra adalah fenomena sosial, dan bahwa sastrawan tidak memproduksi sastra untuk dirinya sendiri, melainkan untuk masyarakatnya, sejak dia berpikir untuk menulis sampai dia mempraktikkan dan menyelesaikannya.

Karya sastra yang banyak menggambarkan fenomena-fenomena sosial adalah novel. Novel seringkali menjadi media yang digunakan oleh pengarang untuk menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam merespon permasalahan baru yang ada di sekitarnya. Novel dianggap sebagai genre sastra yang tidak dapat dipisahkan dengan kondisi masyarakat yang melibatkan pengarang atau pembaca. 

Novel mengandung unsur intrinsik yang merupakan unsur dalam pembangun suatu karya sastra dan unsur ekstrinsik yang merupakan unsur luar dari karya sastra, namun tetap memiliki kedudukan penting di dalam sebuah karya sastra. Unsur tersebut antara lain menyangkut sejarah pengarang, sejarah karya sastra, serta nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu karya sastra seperti moral, kebudayaan, estetika, agama, ekonomi dan sosial.

Novel azazil memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri yang berbeda dari novel lain. Novel ini diceritakan oleh Yusuf Zaidan, merupakan terjemahan dari manuskrip kuno yang berisi autobiografi yang ditulis oleh seorang rahib kristen bernama Hypa, yang merupakan tokoh utama dalam novel tersebut. Dalam autobiografi ini, Hypa mengaku menulis kisah hidupnya karena desakan dari iblis azazil. Hypa menulis kisah hidupnya dengan sangat detail. Ia menceritakan bagaimana kemalangan para penyembah dewa bersembunyi dari kehidupan, demi mempertahankan keimanan mereka, karena sering mendapatkan aksi represif dari penganut Kristen Ortodoks. Disini, Hypa juga menjadi saksi atas kekejaman penganut Kristen ortodoks terhadap penganut paganisme.

Cerita yang disajikan di dalamnya seakan-akan benar terjadi pada masa lampau, karena ditulis berdasarkan fakta dan tokoh sejarah yang ada. Berlatar sejarah agama, novel ini mengangkat kisah yang terjadi pada abad ke-5 Masehi, dimana pada saat itu terjadi perdebatan teologis yang sangat besar antara Kristen ortodoks dan paganisme di Roma. Hal itu menyebabkan terjadinya pergolakan yang sangat besar antara Kristen ortodoks dan paganisme. Selain itu, novel ini juga menceritakan tentang kesenjangan sosial yang terjadi ketika Hypa berkunjung ke Alexandria. Disana, ia mendapati perbedaan gaya hidup antara kaum elit dan orang miskin. Novel ini juga menceritakan bagaimana petinggi gereja menggunakan otoritasnya untuk memaksakan ajarannya kepada semua masyarakat. Novel ini banyak mengandung masalah-masalah sosial, sehingga penulis ingin meneliti tentang kritik sosial yang ada di dalamnya.

Dalam novel ini, Yusuf Zaidan seolah mengkritik kondisi sosial yang ada di Mesir pada zaman itu dengan cara menggambarkan fenomena-fenomena sosial di dalamnya, dengan tujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang permasalahan sosial yang sedang terjadi di negara mereka. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengungkapkan gambaran kritik sosial yusuf zaidan yang ada dalam novel serta relevansinya dengan kondisi sosial pada saat novel tersebut ditulis.

<!--[if !supportLists]-->B.     <!--[endif]-->Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra. Penggunaan teori sosiologi sastra dalam penelitian ini berdasar asumsi bahwa sebuah karya sastra tidak lepas dari kondisi sosial suatu masyarakat yang melahirkan karya tersebut. Dari beberapa teori sosiologi sastra yang ada, teori sosiologi sastra Lucien Goldmann akan digunakan sebagai teori untuk menganalisis objek penelitian ini, yakni teori strukturalisme genetik.

Strukuralisme genetik membahas tentang hubungan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat. Teori ini memadukan beberapa hubungan yang menjadi dasar untuk mengetahui asal-usul suatu karya. Sehingga sering dikatakan bahwa strukturalisme genetik menganggap teks sastra sebagai struktur hasil dari proses sejarah yang terdapat dalam masyarakat.

Teori Strukturalisme Genetik berkaitan dengan teks sastra, latar belakang sosial budaya, serta pengarang yang menulis novel. Teori tersebut juga menyatakan bahwa karya sastra tidak hanya dilihat sebagai karya saja, namun sebagai hasil dari ciptaan pengarang yang merupakan seseorang/bagian dari kelompok sosial, dan merupakan bagian dari kenyataan sejarah yang menjadikan sastra itu muncul. Jadi dapat di simpulkan bahwa hakikat karya sastra lahir karena proses sejarah dan kondisi masyarakat sehingga kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dalam penciptaan karya sastra. Sehingga dalam menganalisis karya sastra menggunakan kajian strukturalisme genetik Lucien Goldmann, aspek yang digali tidak hanya berkaitan dengan unsur instrinsik semata, melainkan unsur ekstrinsik juga. Selain itu, aspek sosial dan pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra juga patut mendapat perhatian serius untuk di analisis dalam kajian strukturalisme genteik Lucien Goldmann.

<!--[if !supportLists]-->C.     <!--[endif]-->Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Azazil karya Yusuf Zaidan. Adapun sumber data sekunder adalah buku-buku dan artikel yang relevan dengan topik. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca dan menulis. Metode ini dilakukan dengan membaca novel kemudian mencatat teks-teks yang berhubungan dengan topik. Adapun teknik analisis data yang digunakan penulis adalah analisis naratif.

<!--[if !supportLists]-->D.    <!--[endif]-->Hasil dan Pembahasan

Novel Azazil karya Yusuf Zaidan merupakan salah satu novel Arab yang mengandung kritik sosial. Kritik Sosial yang digambarkan di dalam novel Azazil merupakan refleksi dari realitas sosial yang terjadi pada masa pemerintahan Hosni Mubarak saat menjabat sebagai presiden di Mesir, serta pengalaman empirik yang dialami oleh pengarang sendiri.

Kritik Sosial yang terkandung di dalamnya seperti tindakan represi, intoleransi agama, ketimpangan sosial, serta kemiskinan dan pengangguran. Selanjutnya, kritik sosial yang didapatkan di dalam novel akan dipaparkan bersama dengan realitas sosial yang terjadi di Mesir pada masa pemerintahan Hosni Mubarak, yang mana merupakan masa dimana novel ini ditulis dan diterbitkan. Berikut kutipan-kutipan dalam novel yang mengggambarkan kritik sosial Yusuf Zaidan di dalam novel Azazil.

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Tindakan Represi

Represi sosial didefinisikan sebagai tindakan mengendalikan, menahan, menghukum, dan menindas suatu individu, kelompok atau mobilisasi sosial dalam jumlah besar melalui tindakan yang bertujuan untuk mencegah demonstrasi yang bertentangan dengan kebijakan negara tertentu.<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]--> Represi merupakan salah satu metode pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat. Namun tak jarang, tindakan represi ini digunakan oleh pihak penguasa untuk memaksakan kehendak mereka, meskipun berdampak buruk terhadap masyarakat.

 

Kutipan I.

“... Wajah mereka buas dan mengancam para pendeta yang berdiri di atas pagar kuil penuh ketakutan...”

 

Kutipan ini menggambarkan situasi di mana para pendeta menghadapi ancaman dan ketakutan dari individu atau kelompok yang menunjukkan perilaku represif. Tindakan represif seperti ini dapat memiliki dampak serius pada hak-hak individu dan kebebasan beragama mereka, serta menciptakan iklim ketegangan dan ketidakaman dalam masyarakat.

 

Kutipan II.

“... Kaisar juga memerintahkan agar semua naskah injil dibakar, selain empat naskah yang dianggap benar dan sah...”

Kutipan ini menggambarkan bagaimana represi dapat diarahkan pada kebebasan beragama dan akses terhadap informasi. Upaya untuk menghancurkan naskah-naskah Injil selain empat yang dianggap "benar" adalah contoh konkret dari bagaimana kekuasaan politik dapat digunakan untuk mengendalikan keyakinan dan informasi dalam masyarakat.

 

Kutipan III

…, ketika itulah terjadi pembunuhan pada Arianus dengan cara diracun.”

 

Tindakan membunuh Arianus secara tidak adil dan brutal adalah bentuk penindasan terhadap keyakinan agama atau pandangan yang berbeda. Ini mencerminkan upaya untuk menghilangkan atau menghentikan penyebaran keyakinan Arianisme atau pandangan yang dia wakili.

 

Kutipan IV.

“salah seorang rasul murid Kristus yang datang hendak menyebarkan agama Tuhan di kota ini, tapi kemudian mati dibunuh oleh para penguasanya.”

 

Kutipan ini mencerminkan konsep represi dalam konteks penindasan terhadap individu atau kelompok yang berusaha menyebarkan keyakinan agama yang berbeda atau pandangan yang dianggap mengancam otoritas atau penguasa.

 

Kutipan V.

“..., sayangnya orang-orang Kristen telah meruntuhkan kuil itu, bahkan mengubur para penghuninya hidup-hidup dalam puing-puingnya, ketika patriark Alexandria masih di tangan Theopilos! Tentu saja yang dimaksudnya adalah Uskup Agung itu.”

 

Kutipan menyiratkan bahwa orang-orang Kristen, di bawah kepemimpinan Theopilos, meruntuhkan sebuah kuil yang merupakan tempat ibadah yang sakral bagi kaum pagan. Penghancuran kuil ini adalah tindakan yang serius dalam konteks sejarah agama, karena dapat menciptakan ketegangan antara kelompok yang berbeda dan menghasilkan konflik.

 

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Intoleransi Agama

Sebagai suatu bentuk ketidakmampuan untuk menghargai perbedaan keyakinan, intoleransi agama membawa dampak serius pada kehidupan sosial dan harmoni antarumat manusia. Melibatkan penolakan, diskriminasi, bahkan kekerasan, intoleransi agama telah menyebabkan konflik-konflik yang merugikan dan melukai hati nurani umat manusia.

Perbedaan dalam pandangan keagamaan yang seharusnya menjadi bahan refleksi dan dialog malah menjadi sumber ketegangan dan permusuhan.Intoleransi agama tidak hanya memengaruhi individu atau kelompok tertentu, tetapi juga menyebabkan dampak merugikan yang meluas di seluruh masyarakat. Berikut kutipan-kutipan yang menggambarkan kritik sosial tentang intoleransi agama.

 

Kutipan I.

... sejak berdirinya, kota Alexandria tidak pernah memperkenankan orang-orang keturunan Koptik seperti kami menginap di dalam kota.

Kutipan ini menunjukkan bahwa intoleransi agama dapat tercermin dalam berbagai kebijakan dan tindakan yang diterapkan dalam suatu masyarakat. Hal ini sering kali menciptakan ketidaksetaraan dan konflik antara kelompok agama atau etnis yang berbeda, yang dapat mengganggu harmoni sosial dan politik dalam suatu wilayah.

 

Kutipan II.

... telinganya tidak bisa mendengar apa-apa selain yang didoktrinkan kepadanya dan diperdengarkannya kepada orang-orang setiap malam.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana pendidikan dan doktrinasi yang ketat dapat menciptakan intoleransi agama dalam diri individu, sehingga mereka hanya menerima pandangan yang sesuai dengan ajaran yang telah mereka terima. Intoleransi semacam ini dapat menghambat dialog antaragama dan membatasi kebebasan beragama.

 

Kutipan III.

“Kita akan menghancurkan rumah-rumah berhala dan mendirikan dengan rumah-rumah Tuhan.”

 

Kutipan ini menyiratkan niat untuk menghancurkan rumah-rumah berhala. Rumah-rumah berhala adalah tempat ibadah bagi penganut agama tertentu yang berbeda dari agama yang diwakili oleh orang yang mengucapkan kutipan tersebut. Tindakan ini mencerminkan intoleransi terhadap agama atau kepercayaan lain dengan cara merusak atau menghancurkan tempat ibadah mereka.

 

Kutipan IV.

“Merupakan dosa besar kalau kita tidak mendengarkan khotbah Minggu yang akan disampaikan oleh uskup Kyrellos, Uskup Agung Alexandria, hanya untuk pergi menemui setan wanita seperti dia!”

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana intoleransi agama dapat muncul dalam bentuk penilaian negatif, penghinaan, dan pengucilan terhadap individu atau kelompok yang dianggap berbeda dalam keyakinan atau perilaku agama. Ini menciptakan ketidaksetaraan dan konflik antaragama dalam masyarakat serta melanggar prinsip-prinsip kebebasan beragama dan penghargaan terhadap keragaman.

 

Kutipan V.

“Saya tidak akan memperkenankan siapa pun untuk mengkaji kembali kepercayaan seorang filsuf yang telah mati sejak satu setengah abad silam, seorang filsuf yang kemudian bergelut dengan teologi hingga terjerumus dalam kesalahan, kesesatan, dan heretisme, seorang filsuf yang sejatinya tidak layak ditahbiskan menjadi seorang pendeta.”

 

Kutipan ini mencerminkan bagaimana intoleransi agama dapat muncul dalam bentuk penilaian negatif terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda dari ajaran agama yang dominan. Intoleransi semacam ini dapat menghambat dialog antaragama dan penghargaan terhadap kebebasan berpikir dan berkeyakinan.

 

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Ketimpangan Sosial

Ketimpangan sosial adalah fenomena yang mencerminkan disparitas yang signifikan dalam akses, peluang, dan hak-hak masyarakat di berbagai lapisan kehidupan. Ini mencakup ketidaksetaraan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap sumber daya. Ketimpangan sosial menantang esensi keadilan sosial dan mengakibatkan pemisahan yang mendalam antara kelompok-kelompok masyarakat, merugikan pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan. Berikut kutipan-kutipan yang menggambarkan kritik sosial tentang ketimpangan sosial.

 

Kutipan I.

Pinggiran pagar kota didiami orang-orang miskin yang menghuni rumah-rumah kumuh sejak puluhan tahun lalu. Namun saat tiba disana, aku terkesiap karena melihat betapa banyaknya perkemahan pengungsi yang menampung anak-anak yang terusir dari dalam kota, dan jumlahnya terus bertambah setiap malam.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial memengaruhi kehidupan sehari-hari kelompok masyarakat yang berbeda. Perbedaan dalam kondisi hidup antara kelompok masyarakat ini dapat menciptakan masalah sosial yang perlu diperhatikan dan diselesaikan dalam masyarakat.

 

Kutipan II.

Bagian utara merupakan kawasan elite orang-orang kaya, sedangkan orang-orang miskin sudah beruntung kalau bisa berdiam di sebelah selatan kota ini.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial dapat tercermin dalam pemisahan wilayah berdasarkan status sosial dan ekonomi. Ini menciptakan ketidaksetaraan yang mencolok dalam akses terhadap peluang dan sumber daya dalam masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada kualitas hidup dan kesempatan bagi mereka yang berada di lapisan masyarakat yang lebih rendah.

 

Kutipan III.

Meskipun sebagian besar istana yang ada disana lebih pantas disebut rumah hantu atau kandang anjing karena sering ditinggal oleh para penghuninya.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial dapat tercermin dalam perbedaan dalam kepemilikan dan kondisi tempat tinggal di masyarakat. Ini menciptakan perbedaan yang mencolok dalam kualitas hidup dan akses terhadap sumber daya, yang seringkali berakar pada ketidaksetaraan ekonomi yang lebih luas dalam masyarakat tersebut.

 

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Kemiskinan dan Pengangguran

Kemiskinan dan pengangguran adalah dua tantangan serius yang menghantui masyarakat modern, menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakpastian dalam kehidupan banyak individu. Kemiskinan, bukan hanya sekadar keterbatasan ekonomi, melibatkan akses terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang hidup yang layak. Di sisi lain, pengangguran menciptakan ketidakstabilan ekonomi dan sosial, merampas individu dari hak mereka untuk berkembang secara penuh dalam masyarakat.

Kemiskinan dapat menjadi penyebab pengangguran, karena kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan dapat menghambat mobilitas pekerjaan. Sebaliknya, pengangguran dapat memicu kemiskinan, karena hilangnya pendapatan secara signifikan mengurangi kesejahteraan individu dan keluarga.

 

Kutipan I.

Sebagian besar penyakit yang menjangkiti para penduduk Yerusalem disebabkan oleh kekeringan dan tidak beragamnya jenis makanan yang dikonsumsi.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran dapat berdampak negatif pada kesehatan dan gizi penduduk suatu wilayah. Upaya untuk mengatasi masalah ini sering melibatkan kebijakan sosial dan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan akses terhadap sumber daya yang diperlukan bagi masyarakat yang menderita dampak kemiskinan dan pengangguran.

 

Kutipan II.

... mereka langsung mengobrol dan melanjutkan makan malam yang umumnya berupa beberapa potong roti kering yang ditemani keju asin dan ikan asap yang rasanya tidak kalah asin.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran dapat memengaruhi pola makan seseorang atau keluarga. Keterbatasan ekonomi dapat menghambat kemampuan untuk membeli makanan yang lebih bervariasi dan berkualitas, yang pada gilirannya dapat berdampak pada kesehatan dan gizi. Upaya untuk mengatasi masalah ini melibatkan pemahaman terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi oleh individu atau keluarga dan pengembangan solusi untuk meningkatkan akses mereka terhadap makanan yang seimbang dan bergizi.

 

Kutipan III.

Aku terseret oleh arus besar orang-orang miskin yang berbondong-bondong memasuki gerbang kota. Wajah orang-orang yang masuk ke dalam kota itu tampak hampa. Baju yang mereka kenakan sudah usang, tetapi bersih. Kadang-kadang kulihat di antara mereka ada wajah-wajah yang riang gembira meskipun itu tidak didukung oleh tampang dan pakaian mereka.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari individu. Orang-orang miskin yang mencari kesempatan di kota mungkin menghadapi tantangan yang sulit, termasuk perasaan hampa dan perasaan riang gembira yang mungkin muncul meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit.

 

Kutipan IV.

... aku akan keluar untuk berkumpul dengan para petani yang sedang sengsara di luar pagar kota.

 

Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran dapat memengaruhi kehidupan para petani di luar kota. Ketidaksetaraan ekonomi dan kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak adalah tantangan yang sering dihadapi oleh mereka yang tinggal di daerah pedesaan atau bekerja di sektor pertanian.

 

<!--[if !supportLists]-->E.     <!--[endif]-->PENUTUP

Novel Azazil bukanlah novel biasa, melainkan merupakan cerminan kehidupan pengarangnya yang dituangkan dalam sebuah karya sastra berbentuk novel. Novel ini berisi kritik halus terhadap penguasa saat itu, yakni pemerintahan Hosni Mubarak di Mesir yang terkenal dengan kediktatoran dan otoriter. Banyak anggota masyarakat, termasuk penulis, menciptakan karya sastra untuk mengkritik pemerintahnya, salah satunya adalah Yusuf Zaidan. Bentuk kritik yang disampaikan Yusuf Zaidan dalam novel ini adalah kritik deskriptif. Yakni dengan menggambarkan fenomena sosial yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat, bahkan merugikan. Secara umum ada empat fenomena sosial yang peneliti temukan yang merupakan bentuk kritik sosial yang disampaikan Yusuf Zaidan kepada pemerintahan Hosni Mubarak seperti yang digambarkan dalam novel Azazil, yaitu: tindakan represif, intoleransi agama, ketimpangan sosial, serta kemiskinan dan pengangguran.