Saat ganti kulit, ular merasakan derita yang hebat, dan stress yang luar biasa. Tapi itulah pilihannya untuk keberlanjutan hidupnya, termasuk untuk mempertahankan ketajaman penciumannya.
Burung Elang lebih dahsyat lagi ceritanya, bisa hidup sampai 70 tahun bila mampu mengganti parunya yang menumpul, bulunya yang menebal dan susah terbang, serta kukunya yang sudah rapuh. Apa yang dilakukan ular dan elang? Mereka merumahkan diri, melakukan kontempelasi jauh dari hiruk pikuk kehidupan hutan.
Konon burung elang harus mengambil keputusan terbang tinggi mencari gunung batu, tempat memukulkan parunya dengan penuh kesakitan sampai paru tuanya terjatuh, menunggu paru baru tumbuh untuk mencabut kuku dan bulu-bulunya, lalu menunggu kuku dan bulu-bulu barunya tumbuh normal, proses yang memakan waktu berbulan. Hasilnya ia bisa hidup lagi mendekati usia yang ia sudah habiskan.
Kehidupan ini betul sebagai cerminan. Wabah covid 19 ini kita posisikan sebagai proses peremajaan kehidupan, pengulitan jati diri, melepas aksesoris yang bisa membahayakan tatanan dan konsekuensinya terasa sakit.
Baik manusia maupun binatang adalah ciptaan yang dalam proses peremajaan diri mencari tempat tinggal, kediaman, atau ‘home’. Takdir kita memang kembali ke rumah, jangan dilawan!