Revolusi industri mulai dari revolusi 1.0, 2.0, 3.0 dan sekarang 4.0, intinya adalah efisiensi dan kecepatan, imbasnya keterlibatan tenaga manusia dalam proses industri dipangkas. Revolusi generasi pertama ditandai dengan penemuan mesin uap, revolusi generasi kedua dengan penemuan tenaga listrik, revolusi generasi ketiga dengan penemuan komputer dan internet, dan revolusi generasi keempat dengan automatisasi dan teknologi siber yang sangat bergantung pada sektor IT.
Dalam teknologi seluler dikenal pula 1G (AMPS), 2G (GPRS), 3G (EDGE, UMTS), 3.5G (HSDPA) 4G, (LTE) dan terbaru adalah 5G (belum ada di Indonesia). Perbedaan utama dari setiap generasi seluler adalah kecepatan yang berarti lagi lagi masalah efisiensi.
Pengalaman saya dulu menggunakanTelkomnet instan di akhir tahun 90-an mentok pada kecepatan 56 KB/s (kilobytes per second), bandingkan dengan teknologi 4G saat ini yg speed downloadnya berkisar 2000 KB/s atau 2 MB/s dan upload 5,6 MB/s. Itu artinya untuk download, 4G 35 kali lebih cepat dan upload 100 kali lebih cepat dari telkomnet instan, hanya saja konten internet ketika itu juga belum terlalu berat. Anak-anak milenial barangkali kalau disuguhi kecepatan internet 56 KB/s akan ngamuk² dan menggerutu tak karuan karena hanya setara dengan kecepatan 2G.
Perpaduan antara revolusi industri 4.0 dan teknologi seluler 4G merupakan duet maut untuk saat ini. Mereka yg tak mampu memanfaatkan perkembangan teknologi lambat laun pasti terlindas. Contoh kecil alat transportasi konvensional di perkotaan tdk akan mampu bersaing dengan yg berbasis online tanpa ada diskresi dari pemerintah. Demikian pula pasar tradisional dan warung² kelontong perlahan lahan akan tergusur oleh mini market, supermarket, toko online dan perusahaan startup yg telah menerapkan sistim automatisasi dan komputerisasi.
Ini adalah keniscayaan yg tidak bisa dihindari, lalu apakah itu juga akan berdampak pada ritual keagamaan?. Zakat online sdh marak. Saat ini yang santer kita dengar adalah fenomena nikah online, syahadat online mungkin suatu saat akan ada juga jumatan online bahkan haji dan umrah virtual dll. Wal hasil barangkali tinggal ritual puasa yang murni dan tidak terpengaruh karena sejatinya puasa bersifat personal, rahasia dan tidak demonstratif. Itu pun terkadang direcoki dengan konsumsi makanan atau multivitamin penunda lapar, akhirnya puasanya puasa digital.