Nama : Alif Rahmat Islami
NIM : 40100119128
<!--[if gte vml 1]>
RESUME SKRIPSI
<!--[if !supportLists]-->A.
<!--[endif]-->Pendahuluan
Karya sastra
biasa disebut sebagai cermin kehidupan, karena hal-hal yang muncul di dalamnya
relevan dengan kehidupan masyarakat. Hal tersebut karena Sastra dipengaruhi oleh masyarakat dimana ia
berasal, yang mana gagasan dan sikapnya berasal dari masyarakat sebagai makhluk
sosial yang hidup dalam lingkungan sosial tertentu, sehingga tunduk pada
pengaruh yang berlaku di lingkungan tersebut.
Sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat,
karena “setiap teks tidak lain adalah pengalaman sosial yang
terbentuk melalui realitas yang dibayangkan, terlepas dari semua jarak objektif
yang dibutuhkan oleh beberapa penulis untuk mempraktikkan sastra. Dapat dikatakan bahwa sastra hanya dapat ditemukan dalam
masyarakat, karena setiap masyarakat memiliki sastranya sendiri, dan setiap
sastra memiliki masyarakatnya sendiri. Ini adalah fenomena
sosial yang mendasar, karena penulis tidak menjalani hidupnya dengan
terisolir dari masyarakat. Tapi ia merupakan makhluk sosial yang merespon pengaruh lingkungan, dan mengikuti realitas yang ada.
Sastra dianggap sebagai hasil akhir dari
interaksi faktor-faktor masyarakat, karena hubungan antara sastra dan
masyarakat tidak lagi membutuhkan penegasan, karena telah menjadi kenyataan
yang dibenarkan oleh para filsuf dan pemikir.
Auguste Comte berkata: “Tidak
mungkin mengetahui suatu makna dengan baik kecuali dengan melihat sejarahnya.” Teori ini pada dasarnya adalah
singgungan kepada interaksi dan
ketergantungan yang ada antara masyarakat dan sastra.
Melalui karya sastra, sastrawan dapat
memberikan
tanggapannya terhadap kondisi sosial. Tanggapan ini termasuk kritik sosial. Sastrawan mengungkapkan kritiknya terhadap
realitas sosial yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sastra
menjadi media yang digunakan oleh sastrawan untuk mengkritik, karena salah satu
peran sastra adalah kontrol sosial. Kontrol ini berupa respon terhadap berbagai
penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Gagasan kritik sosial berawal dari teori yang mengatakan:
Sastra adalah fenomena sosial, dan bahwa sastrawan tidak memproduksi sastra
untuk dirinya sendiri, melainkan untuk masyarakatnya, sejak dia berpikir untuk
menulis sampai dia mempraktikkan dan menyelesaikannya.
Karya sastra yang banyak menggambarkan
fenomena-fenomena sosial adalah novel. Novel seringkali menjadi media yang
digunakan oleh pengarang untuk menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam
merespon permasalahan baru yang ada di sekitarnya. Novel dianggap sebagai genre
sastra yang tidak dapat dipisahkan dengan kondisi masyarakat yang melibatkan
pengarang atau pembaca.
Novel mengandung unsur intrinsik yang merupakan unsur dalam
pembangun suatu karya sastra dan unsur ekstrinsik yang merupakan unsur luar
dari karya sastra, namun tetap memiliki kedudukan penting di dalam sebuah karya
sastra. Unsur tersebut antara lain menyangkut sejarah pengarang, sejarah
karya sastra, serta nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu karya sastra seperti
moral, kebudayaan, estetika, agama, ekonomi dan sosial.
Novel azazil memiliki daya tarik dan
keunikan tersendiri yang berbeda dari novel lain. Novel ini diceritakan oleh
Yusuf Zaidan, merupakan terjemahan dari manuskrip kuno yang berisi autobiografi
yang ditulis oleh seorang rahib kristen bernama Hypa, yang
merupakan tokoh utama dalam novel tersebut. Dalam autobiografi ini, Hypa mengaku menulis kisah
hidupnya karena desakan dari iblis “azazil”. Hypa menulis kisah hidupnya dengan
sangat detail. Ia menceritakan bagaimana kemalangan para penyembah dewa
bersembunyi dari kehidupan, demi mempertahankan keimanan mereka, karena sering
mendapatkan aksi represif dari penganut Kristen Ortodoks. Disini, Hypa juga menjadi saksi
atas kekejaman penganut Kristen ortodoks terhadap penganut paganisme.
Cerita yang disajikan di dalamnya
seakan-akan benar terjadi pada masa lampau, karena ditulis berdasarkan fakta
dan tokoh sejarah yang ada. Berlatar sejarah agama, novel ini mengangkat kisah
yang terjadi pada abad ke-5 Masehi, dimana pada saat itu terjadi perdebatan
teologis yang sangat besar antara Kristen ortodoks dan paganisme di Roma. Hal
itu menyebabkan terjadinya pergolakan yang sangat besar antara Kristen ortodoks
dan paganisme. Selain itu, novel ini juga menceritakan tentang kesenjangan
sosial yang terjadi ketika Hypa berkunjung ke Alexandria. Disana, ia mendapati
perbedaan gaya hidup antara kaum elit dan orang miskin. Novel ini juga
menceritakan bagaimana petinggi gereja menggunakan otoritasnya untuk memaksakan
ajarannya kepada semua masyarakat. Novel ini banyak mengandung masalah-masalah
sosial, sehingga penulis ingin meneliti tentang kritik sosial yang ada di
dalamnya.
Dalam novel
ini, Yusuf Zaidan seolah mengkritik kondisi sosial yang ada di Mesir pada zaman
itu dengan cara menggambarkan fenomena-fenomena sosial di dalamnya, dengan
tujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang permasalahan sosial yang sedang
terjadi di negara mereka. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin
mengungkapkan gambaran kritik sosial yusuf zaidan yang ada dalam novel serta
relevansinya dengan kondisi sosial pada saat novel tersebut ditulis.
<!--[if !supportLists]-->B. <!--[endif]-->Landasan Teori
Penelitian ini
menggunakan teori sosiologi sastra. Penggunaan teori sosiologi sastra dalam
penelitian ini berdasar asumsi bahwa sebuah karya sastra tidak lepas dari
kondisi sosial suatu masyarakat yang melahirkan karya tersebut. Dari
beberapa teori sosiologi sastra yang ada, teori sosiologi sastra Lucien Goldmann akan digunakan sebagai teori untuk menganalisis objek penelitian
ini, yakni teori
strukturalisme genetik.
Strukuralisme genetik membahas tentang hubungan antara struktur sastra
dengan struktur masyarakat. Teori ini memadukan beberapa hubungan yang menjadi
dasar untuk mengetahui asal-usul suatu karya. Sehingga sering dikatakan bahwa
strukturalisme genetik menganggap teks sastra sebagai struktur hasil dari
proses sejarah yang terdapat dalam masyarakat.
Teori Strukturalisme Genetik berkaitan dengan teks sastra, latar belakang
sosial budaya, serta pengarang yang menulis novel. Teori tersebut juga
menyatakan bahwa karya sastra tidak hanya dilihat sebagai karya saja, namun
sebagai hasil dari ciptaan pengarang yang merupakan seseorang/bagian dari
kelompok sosial, dan merupakan bagian dari kenyataan sejarah yang menjadikan
sastra itu muncul. Jadi dapat di simpulkan bahwa hakikat karya sastra lahir
karena proses sejarah dan kondisi masyarakat sehingga kedua hal tersebut tidak
dapat dipisahkan dalam penciptaan karya sastra. Sehingga dalam menganalisis karya sastra menggunakan kajian
strukturalisme genetik Lucien Goldmann, aspek yang digali
tidak hanya berkaitan dengan unsur instrinsik semata, melainkan unsur
ekstrinsik juga. Selain itu, aspek sosial dan pengarang yang melatarbelakangi
penciptaan karya sastra juga patut mendapat perhatian serius untuk di analisis
dalam kajian strukturalisme genteik Lucien Goldmann.
<!--[if !supportLists]-->C. <!--[endif]-->Metode
Penelitian
Penelitian ini adalah
penelitian pustaka dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer dalam penelitian
ini adalah novel Azazil karya Yusuf Zaidan. Adapun sumber data sekunder adalah
buku-buku dan artikel yang relevan dengan topik. Peneliti mengumpulkan data dengan cara
membaca dan menulis. Metode ini dilakukan dengan membaca novel kemudian
mencatat teks-teks yang berhubungan dengan topik. Adapun teknik analisis data yang digunakan
penulis adalah analisis naratif.
<!--[if !supportLists]-->D. <!--[endif]-->Hasil dan
Pembahasan
Novel Azazil karya Yusuf Zaidan merupakan
salah satu novel Arab yang mengandung kritik sosial. Kritik Sosial yang
digambarkan di dalam novel Azazil merupakan refleksi dari realitas sosial yang
terjadi pada masa pemerintahan Hosni Mubarak saat menjabat sebagai presiden di
Mesir, serta pengalaman empirik yang dialami oleh pengarang sendiri.
Kritik Sosial yang terkandung di dalamnya
seperti tindakan represi, intoleransi agama, ketimpangan sosial, serta
kemiskinan dan pengangguran. Selanjutnya, kritik sosial yang didapatkan di
dalam novel akan dipaparkan bersama dengan realitas sosial yang terjadi di
Mesir pada masa pemerintahan Hosni Mubarak, yang mana merupakan masa dimana novel ini ditulis dan
diterbitkan. Berikut kutipan-kutipan
dalam novel yang mengggambarkan kritik sosial Yusuf Zaidan di dalam novel
Azazil.
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Tindakan
Represi
Represi sosial didefinisikan sebagai tindakan mengendalikan, menahan,
menghukum, dan menindas suatu individu, kelompok atau mobilisasi sosial dalam
jumlah besar melalui tindakan yang bertujuan untuk mencegah demonstrasi yang
bertentangan dengan kebijakan negara tertentu.<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
Represi merupakan salah satu metode pengendalian sosial yang terjadi di
masyarakat. Namun tak jarang, tindakan represi ini digunakan oleh pihak
penguasa untuk memaksakan kehendak mereka, meskipun berdampak buruk terhadap
masyarakat.
Kutipan I.
“... Wajah mereka buas dan mengancam para
pendeta yang berdiri di atas pagar kuil penuh ketakutan...”
Kutipan ini menggambarkan situasi di mana para pendeta menghadapi
ancaman dan ketakutan dari individu atau kelompok yang menunjukkan perilaku
represif. Tindakan represif seperti ini dapat memiliki dampak serius pada
hak-hak individu dan kebebasan beragama mereka, serta menciptakan iklim
ketegangan dan ketidakaman dalam masyarakat.
Kutipan II.
“... Kaisar juga memerintahkan agar semua
naskah injil dibakar, selain empat naskah yang dianggap benar dan sah...”
Kutipan ini menggambarkan bagaimana represi dapat diarahkan pada
kebebasan beragama dan akses terhadap informasi. Upaya untuk menghancurkan
naskah-naskah Injil selain empat yang dianggap "benar" adalah contoh
konkret dari bagaimana kekuasaan politik dapat digunakan untuk mengendalikan
keyakinan dan informasi dalam masyarakat.
Kutipan III
“…, ketika itulah terjadi pembunuhan pada Arianus dengan cara diracun.”
Tindakan membunuh Arianus secara tidak adil dan brutal adalah
bentuk penindasan terhadap keyakinan agama atau pandangan yang berbeda. Ini
mencerminkan upaya untuk menghilangkan atau menghentikan penyebaran keyakinan
Arianisme atau pandangan yang dia wakili.
Kutipan IV.
“salah seorang rasul murid Kristus yang datang
hendak menyebarkan agama Tuhan di kota ini, tapi kemudian mati dibunuh oleh
para penguasanya.”
Kutipan ini mencerminkan konsep represi dalam konteks penindasan
terhadap individu atau kelompok yang berusaha menyebarkan keyakinan agama yang
berbeda atau pandangan yang dianggap mengancam otoritas atau penguasa.
Kutipan V.
“..., sayangnya orang-orang Kristen telah
meruntuhkan kuil itu, bahkan mengubur para penghuninya hidup-hidup dalam
puing-puingnya, ketika patriark Alexandria masih di tangan Theopilos! Tentu
saja yang dimaksudnya adalah Uskup Agung itu.”
Kutipan menyiratkan bahwa orang-orang Kristen,
di bawah kepemimpinan Theopilos, meruntuhkan sebuah kuil yang merupakan tempat
ibadah yang sakral bagi kaum pagan. Penghancuran
kuil ini adalah tindakan yang serius dalam konteks sejarah agama, karena dapat
menciptakan ketegangan antara kelompok yang berbeda dan
menghasilkan konflik.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Intoleransi
Agama
Sebagai suatu bentuk ketidakmampuan untuk menghargai perbedaan keyakinan,
intoleransi agama membawa dampak serius pada kehidupan sosial dan harmoni
antarumat manusia. Melibatkan penolakan, diskriminasi, bahkan kekerasan,
intoleransi agama telah menyebabkan konflik-konflik yang merugikan dan melukai
hati nurani umat manusia.
Perbedaan dalam pandangan keagamaan yang seharusnya menjadi bahan refleksi
dan dialog malah menjadi sumber ketegangan dan permusuhan.Intoleransi agama
tidak hanya memengaruhi individu atau kelompok tertentu, tetapi juga
menyebabkan dampak merugikan yang meluas di seluruh masyarakat. Berikut
kutipan-kutipan yang menggambarkan kritik sosial tentang intoleransi agama.
Kutipan I.
... sejak berdirinya, kota Alexandria tidak
pernah memperkenankan orang-orang keturunan Koptik seperti kami menginap di
dalam kota.
Kutipan ini menunjukkan bahwa intoleransi agama dapat tercermin
dalam berbagai kebijakan dan tindakan yang diterapkan dalam suatu masyarakat.
Hal ini sering kali menciptakan ketidaksetaraan dan konflik antara kelompok
agama atau etnis yang berbeda, yang dapat mengganggu harmoni sosial dan politik
dalam suatu wilayah.
Kutipan II.
... telinganya tidak bisa mendengar apa-apa
selain yang didoktrinkan kepadanya dan diperdengarkannya kepada orang-orang
setiap malam.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana pendidikan dan doktrinasi yang
ketat dapat menciptakan intoleransi agama dalam diri individu, sehingga mereka
hanya menerima pandangan yang sesuai dengan ajaran yang telah mereka terima.
Intoleransi semacam ini dapat menghambat dialog antaragama dan membatasi
kebebasan beragama.
Kutipan III.
“Kita akan menghancurkan rumah-rumah berhala
dan mendirikan dengan rumah-rumah Tuhan.”
Kutipan ini menyiratkan niat untuk menghancurkan rumah-rumah berhala.
Rumah-rumah berhala adalah tempat ibadah bagi penganut agama tertentu yang
berbeda dari agama yang diwakili oleh orang yang mengucapkan kutipan tersebut.
Tindakan ini mencerminkan intoleransi terhadap agama atau kepercayaan lain
dengan cara merusak atau menghancurkan tempat ibadah mereka.
Kutipan IV.
“Merupakan dosa besar kalau kita tidak
mendengarkan khotbah Minggu yang akan disampaikan oleh uskup Kyrellos, Uskup
Agung Alexandria, hanya untuk pergi menemui setan wanita seperti dia!”
Kutipan ini menggambarkan bagaimana intoleransi agama dapat muncul
dalam bentuk penilaian negatif, penghinaan, dan pengucilan terhadap individu
atau kelompok yang dianggap berbeda dalam keyakinan atau perilaku agama. Ini
menciptakan ketidaksetaraan dan konflik antaragama dalam masyarakat serta
melanggar prinsip-prinsip kebebasan beragama dan penghargaan terhadap
keragaman.
Kutipan V.
“Saya tidak akan memperkenankan siapa pun
untuk mengkaji kembali kepercayaan seorang filsuf yang telah mati sejak satu
setengah abad silam, seorang filsuf yang kemudian bergelut dengan teologi
hingga terjerumus dalam kesalahan, kesesatan, dan heretisme, seorang filsuf
yang sejatinya tidak layak ditahbiskan menjadi seorang pendeta.”
Kutipan ini mencerminkan bagaimana intoleransi agama dapat muncul
dalam bentuk penilaian negatif terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda
dari ajaran agama yang dominan. Intoleransi semacam ini dapat menghambat dialog
antaragama dan penghargaan terhadap kebebasan berpikir dan berkeyakinan.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Ketimpangan
Sosial
Ketimpangan sosial adalah fenomena yang
mencerminkan disparitas yang signifikan dalam akses, peluang, dan hak-hak masyarakat
di berbagai lapisan kehidupan. Ini mencakup ketidaksetaraan ekonomi,
pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap sumber daya. Ketimpangan sosial
menantang esensi keadilan sosial dan mengakibatkan pemisahan yang mendalam
antara kelompok-kelompok masyarakat, merugikan pertumbuhan inklusif dan
pembangunan berkelanjutan. Berikut kutipan-kutipan yang menggambarkan kritik
sosial tentang ketimpangan sosial.
Kutipan I.
Pinggiran pagar kota didiami orang-orang
miskin yang menghuni rumah-rumah kumuh sejak puluhan tahun lalu. Namun
saat tiba disana, aku terkesiap karena melihat betapa banyaknya perkemahan
pengungsi yang menampung anak-anak yang terusir dari dalam kota, dan jumlahnya
terus bertambah setiap malam.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial memengaruhi
kehidupan sehari-hari kelompok masyarakat yang berbeda. Perbedaan dalam kondisi
hidup antara kelompok masyarakat ini dapat menciptakan masalah sosial yang
perlu diperhatikan dan diselesaikan dalam masyarakat.
Kutipan II.
Bagian utara merupakan kawasan elite
orang-orang kaya, sedangkan orang-orang miskin sudah beruntung kalau bisa
berdiam di sebelah selatan kota ini.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial dapat
tercermin dalam pemisahan wilayah berdasarkan status sosial dan ekonomi. Ini
menciptakan ketidaksetaraan yang mencolok dalam akses terhadap peluang dan
sumber daya dalam masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada kualitas hidup
dan kesempatan bagi mereka yang berada di lapisan masyarakat yang lebih rendah.
Kutipan III.
Meskipun sebagian besar istana yang ada disana
lebih pantas disebut rumah hantu atau kandang anjing karena sering ditinggal
oleh para penghuninya.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana ketimpangan sosial dapat
tercermin dalam perbedaan dalam kepemilikan dan kondisi tempat tinggal di
masyarakat. Ini menciptakan perbedaan yang mencolok dalam kualitas hidup dan
akses terhadap sumber daya, yang seringkali berakar pada ketidaksetaraan
ekonomi yang lebih luas dalam masyarakat tersebut.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Kemiskinan dan
Pengangguran
Kemiskinan dan pengangguran adalah dua
tantangan serius yang menghantui masyarakat modern, menciptakan ketidaksetaraan
dan ketidakpastian dalam kehidupan banyak individu. Kemiskinan, bukan hanya
sekadar keterbatasan ekonomi, melibatkan akses terbatas terhadap pendidikan,
kesehatan, dan peluang hidup yang layak. Di sisi lain, pengangguran menciptakan
ketidakstabilan ekonomi dan sosial, merampas individu dari hak mereka untuk
berkembang secara penuh dalam masyarakat.
Kemiskinan dapat menjadi penyebab
pengangguran, karena kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan dapat
menghambat mobilitas pekerjaan. Sebaliknya, pengangguran dapat memicu
kemiskinan, karena hilangnya pendapatan secara signifikan mengurangi
kesejahteraan individu dan keluarga.
Kutipan I.
Sebagian besar penyakit yang menjangkiti para
penduduk Yerusalem disebabkan oleh kekeringan dan tidak beragamnya jenis
makanan yang dikonsumsi.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran
dapat berdampak negatif pada kesehatan dan gizi penduduk suatu wilayah. Upaya
untuk mengatasi masalah ini sering melibatkan kebijakan sosial dan ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan akses terhadap sumber daya yang
diperlukan bagi masyarakat yang menderita dampak kemiskinan dan pengangguran.
Kutipan II.
... mereka langsung mengobrol dan melanjutkan
makan malam yang umumnya berupa beberapa potong roti kering yang ditemani keju
asin dan ikan asap yang rasanya tidak kalah asin.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran
dapat memengaruhi pola makan seseorang atau keluarga. Keterbatasan ekonomi
dapat menghambat kemampuan untuk membeli makanan yang lebih bervariasi dan
berkualitas, yang pada gilirannya dapat berdampak pada kesehatan dan gizi.
Upaya untuk mengatasi masalah ini melibatkan pemahaman terhadap tantangan
ekonomi yang dihadapi oleh individu atau keluarga dan pengembangan solusi untuk
meningkatkan akses mereka terhadap makanan yang seimbang dan bergizi.
Kutipan III.
Aku terseret oleh arus besar orang-orang
miskin yang berbondong-bondong memasuki gerbang kota. Wajah orang-orang yang
masuk ke dalam kota itu tampak hampa. Baju yang mereka kenakan sudah usang,
tetapi bersih. Kadang-kadang kulihat di antara mereka ada wajah-wajah yang
riang gembira meskipun itu tidak didukung oleh tampang dan pakaian mereka.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran
dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari individu. Orang-orang miskin yang
mencari kesempatan di kota mungkin menghadapi tantangan yang sulit, termasuk
perasaan hampa dan perasaan riang gembira yang mungkin muncul meskipun dalam
kondisi ekonomi yang sulit.
Kutipan IV.
... aku akan keluar untuk berkumpul dengan
para petani yang sedang sengsara di luar pagar kota.
Kutipan ini menggambarkan bagaimana kemiskinan dan pengangguran
dapat memengaruhi kehidupan para petani di luar kota. Ketidaksetaraan ekonomi
dan kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak adalah tantangan yang sering
dihadapi oleh mereka yang tinggal di daerah pedesaan atau bekerja di sektor
pertanian.
<!--[if !supportLists]-->E. <!--[endif]-->PENUTUP
Novel Azazil bukanlah novel biasa, melainkan merupakan cerminan kehidupan
pengarangnya yang dituangkan dalam sebuah karya sastra berbentuk novel. Novel
ini berisi kritik halus terhadap penguasa saat itu, yakni pemerintahan Hosni
Mubarak di Mesir yang terkenal dengan kediktatoran dan otoriter. Banyak anggota
masyarakat, termasuk penulis, menciptakan karya sastra untuk mengkritik
pemerintahnya, salah satunya adalah Yusuf Zaidan. Bentuk kritik yang
disampaikan Yusuf Zaidan dalam novel ini adalah kritik deskriptif. Yakni dengan
menggambarkan fenomena sosial yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat,
bahkan merugikan. Secara umum ada empat fenomena sosial yang peneliti temukan
yang merupakan bentuk kritik sosial yang disampaikan Yusuf Zaidan kepada
pemerintahan Hosni Mubarak seperti yang digambarkan dalam novel Azazil, yaitu:
tindakan represif, intoleransi agama, ketimpangan sosial, serta kemiskinan dan
pengangguran.
<!--[endif]-->
<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
https://ar.warbletoncouncil.org/represion-social-2077 (diakses pada 3 September 2023)