IQRA' KUNCI KEMAJUAN

  • 12:25 WITA
  • Administrator
  • Artikel

IQRA'  KUNCI KEMAJUAN

Oleh : Mardan

 

 

Salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang terjadi di bulan Ramadhan adalah turunnya al-Quran. Bulan Ramadhan dikenal sebagai bulan "iqra'," karena pada bulan itulah diturunkan wahyu pertama al-Quran dengan membawa perintah "iqra' " (bacalah). Sedemikian penting perintah itu, sampai ia diulangi dua kali dalam rangkaian wahyu pertama, seakan-akan  Tuhan berkata: tanpa " iqra' bismi rabbika" hidup manusia (lahir-batin) tidak akan maju (QS al-'Alaq,96:1 dan 3). Kitab suci ini disebut Al-Qur'ân, berarti "sesuatu yang wajib dibaca." Karena itu, umat  Islam seyogyanya melakukan iqra' terhadapnya setiap saat terutama di bulan Ramadhan. Namun, kalau saja di bulan Ramadhan yang penuh motivasi beribadah itu, mereka tidak membacanya, jangan harap di luar Ramadhan, mereka akan membacanya.

Makna iqra'

Kata "iqra'" terambil dari kata "qara'a", yang awalnya berarti "menghimpun". Dari sini ditemukan dalam kamus-kamus bahasa, arti yang beragam, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu. "Perintah membaca" di atas tidak ditemukan objek yang harus dibaca dari wahyu tersebut, tidak dikaitkan dengan satu objek tertentu. Karena itu, ulama memahami bahwa objeknya bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata "baca" dengan makna-makna yang disebutkan di atas. Di antara objek-objek itu adalah: kitab suci, alam raya, masyarakat, koran, majalah, termasuk diri sendiri. Tetapi ingat, kesemuanya harus dikaitkan dengan "bismi rabbika" (demi karena  Allah ) . Insyaallah hasil "iqra'" kita dapat mendatangkan kemurahan anugerah-Nya berupa pengetahuan, pemahaman, dan wawasan baru walaupun objek bacaannya sama, yang dengannya sedapat mungkin mewujudkan suatu kehidupan berperadaban dan bahagia.

Iqra' kunci kemajuan

Hikmah Ramadhan dengan turunnya al-Quran bila dikaitkan dengan pendidikan, yang dimulai dengan perintah"iqra'" (bacalah), mengisyaratkan bahwa manusia diciptakan atau didesaian oleh Allah memang untuk belajar. Siapa yang tidak belajar, hidupnya pasti terkebelakang baik secara fisik maupun rohani. Karena al-Quran-lah yang kemudian membimbing manusia dari kegelapan menuju terang benderang; dari kekeringan jiwa menjadi kaya akan hati; serta menjadi pendobrak kebekuan ilmu pengetahuan dan lingkungan, melalui firman-Nya yang berbunyi "iqra'".

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa tidak berlebihan bila dikatakan "membaca" adalah syarat guna membangun peradaban, semakin mantap frequensi bacaan suatu masyarakat, semakin tinggi pula peradaban masyarakat itu, demikian sebaliknya. Bahkan tidak mustahil suatu ketika "manusia" didefinisikan sebagai "makhluk membaca". Suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi-definisi lainnya seperti "makhluk sosial", "makhluk berfikir", dan/atau "makhluk bertuhan" (QS al-A'râf,7:172 dan 179).

Toshihiko Izutsu (1914) berpandangan: "suatu Negara tidak akan maju kalau tidak dimulai dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pengamalan akan ajaran agama yang baik bagi bangsanya". Hal ini dia terinspirasi dari pesan wahyu pertama al-Quran, yang berbunyi "iqra' bismi rabbika". Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kalau yang menentukan majunya suatu Negara adalah umurnya, maka yang paling maju adalah Mesir dan Yunani. Kalau jumlah masyarakatnya, maka yang paling maju adalah Cina dan India. Kalau kekayaan sumber alamnya, maka Indonesia yang paling maju. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Justeru, yang menentukan kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan agamanya. Kalau kita tidak terdidik, agama tidak terjaga, jangan mimpi akan maju, baik fisik lebih-lebih rohani (QS al-Muâdilah,58:11.

Dalam pada itu, bangsa Indonesialah mestinya yang paling maju, karena kekayaan alamnya yang melimpah dan memiliki umat  Islam yang terbesar. Mestinya bangsa kitalah yang paling "iqra' dan berberkah hidupnya, karena kedua komponen utama sebagai pensyaratan untuk maju sudah dimiliki. Sekarang, kenapa kita tidak maju? Karena kita tidak memanfaatkan sektor pendidikan secara optimal, serta belum mengamalkan bimbingan al-Quran secara sungguh-sungguh dan ikhlash, terutama "iqra' bismi rabbika dan iqra' warabbukal akram".

Akhirnya, iqra’ sebagai kunci kemajuan hidup, sukses atau tidaknya tentu kembali ke diri kita masing-masing, apa ada minat baca dalam diri kita? Kalau ada, tersediakah bahan bacaan yang sesuai? Kalau tersedia, terjangkaukah oleh saku kita? Kalau terjangkau, apakah masih tersisa waktu untuk membaca? Betapapun, kini adalah bulan "iqra'", mari sinergikan segenap kompensi untuk melakukan iqra’ bahkan budayakan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, serta jangan membatasi bacaan hanya pada al-Quran, namun seharusnya mencakup bacaan dengan berbagai maknanya serta objeknya seperti tersebut di atas selama ia membawa manfaat. Semoga !