IQRA' KUNCI KEMAJUAN
Oleh : Mardan
Salah satu peristiwa penting dalam kehidupan
manusia yang terjadi di bulan Ramadhan adalah turunnya al-Qur’an. Bulan Ramadhan
dikenal sebagai bulan "iqra'," karena pada bulan itulah
diturunkan wahyu pertama al-Qur’an dengan membawa perintah "iqra'
" (bacalah). Sedemikian
penting perintah itu, sampai ia diulangi dua kali dalam rangkaian wahyu
pertama, seakan-akan Tuhan berkata: tanpa "
iqra' bismi rabbika" hidup manusia (lahir-batin) tidak akan maju (QS
al-'Alaq,96:1 dan 3).
Kitab suci ini disebut Al-Qur'ân, berarti
"sesuatu yang wajib dibaca." Karena itu, umat Islam seyogyanya melakukan iqra' terhadapnya
setiap saat terutama di bulan Ramadhan. Namun, kalau saja di bulan Ramadhan
yang penuh motivasi beribadah itu, mereka tidak membacanya, jangan harap di
luar Ramadhan, mereka akan membacanya.
Makna
iqra'
Kata "iqra'"
terambil dari kata "qara'a", yang awalnya berarti
"menghimpun". Dari sini ditemukan dalam kamus-kamus bahasa, arti yang
beragam, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu. "Perintah membaca" di atas tidak ditemukan
objek yang harus dibaca dari wahyu tersebut, tidak dikaitkan dengan satu objek
tertentu. Karena itu, ulama memahami bahwa objeknya
bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata "baca"
dengan makna-makna yang disebutkan di atas. Di antara objek-objek itu adalah:
kitab suci, alam raya, masyarakat, koran, majalah, termasuk diri sendiri.
Tetapi ingat, kesemuanya harus dikaitkan dengan "bismi rabbika"
(demi karena Allah ) . Insyaallah hasil
"iqra'" kita dapat mendatangkan kemurahan anugerah-Nya
berupa pengetahuan, pemahaman, dan wawasan baru walaupun objek bacaannya sama,
yang dengannya sedapat mungkin mewujudkan suatu kehidupan berperadaban dan bahagia.
Iqra'
kunci kemajuan
Hikmah Ramadhan dengan turunnya al-Qur’an bila
dikaitkan dengan pendidikan, yang dimulai dengan perintah"iqra'" (bacalah), mengisyaratkan
bahwa manusia diciptakan atau didesaian oleh Allah memang untuk belajar. Siapa yang tidak belajar, hidupnya pasti
terkebelakang baik secara fisik maupun rohani. Karena al-Qur’an-lah yang
kemudian membimbing manusia dari kegelapan menuju terang
benderang; dari kekeringan jiwa menjadi kaya akan hati; serta menjadi pendobrak
kebekuan ilmu pengetahuan dan lingkungan, melalui firman-Nya yang berbunyi "iqra'".
M. Quraish Shihab menegaskan bahwa tidak berlebihan bila dikatakan "membaca"
adalah syarat guna membangun peradaban, semakin mantap frequensi bacaan suatu masyarakat,
semakin tinggi pula peradaban masyarakat itu, demikian sebaliknya. Bahkan tidak
mustahil suatu ketika "manusia" didefinisikan sebagai "makhluk
membaca". Suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari
definisi-definisi lainnya seperti "makhluk sosial", "makhluk
berfikir", dan/atau
"makhluk bertuhan" (QS al-A'râf,7:172 dan 179).
Toshihiko Izutsu (1914) berpandangan: "suatu
Negara tidak akan maju kalau tidak dimulai dengan pendidikan dan ilmu
pengetahuan serta pengamalan akan ajaran agama yang baik bagi bangsanya". Hal ini dia terinspirasi dari pesan wahyu pertama al-Qur’an, yang
berbunyi "iqra' bismi rabbika". Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kalau
yang menentukan majunya suatu Negara adalah umurnya, maka yang paling maju
adalah Mesir dan Yunani. Kalau jumlah masyarakatnya, maka yang paling maju
adalah Cina dan India. Kalau kekayaan sumber alamnya, maka Indonesia yang
paling maju. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Justeru, yang menentukan
kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan agamanya”. Kalau kita tidak terdidik, agama tidak terjaga, jangan mimpi akan
maju, baik fisik lebih-lebih rohani (QS al-Muâdilah,58:11.
Dalam pada itu, bangsa Indonesialah
mestinya yang paling maju, karena kekayaan alamnya yang melimpah dan memiliki
umat Islam yang terbesar. Mestinya
bangsa kitalah yang paling "iqra' dan berberkah
hidupnya, karena kedua komponen utama sebagai pensyaratan untuk maju sudah
dimiliki. Sekarang, kenapa kita tidak maju? Karena kita tidak memanfaatkan
sektor pendidikan secara optimal, serta belum mengamalkan bimbingan al-Qur’an secara
sungguh-sungguh dan ikhlash, terutama "iqra' bismi rabbika dan
iqra' warabbukal akram".
Akhirnya, iqra’ sebagai kunci kemajuan hidup, sukses atau tidaknya
tentu kembali ke diri kita masing-masing, apa ada minat baca
dalam diri kita? Kalau ada,
tersediakah bahan bacaan yang sesuai? Kalau tersedia, terjangkaukah oleh saku
kita? Kalau terjangkau, apakah masih tersisa waktu untuk membaca? Betapapun,
kini adalah bulan "iqra'", mari sinergikan segenap kompensi untuk melakukan iqra’
bahkan budayakan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, serta jangan membatasi
bacaan hanya pada al-Qur’an, namun seharusnya mencakup bacaan
dengan berbagai maknanya serta objeknya seperti tersebut di atas selama ia membawa manfaat. Semoga !