Hakekat Tawassul
Ada dua term yang umumnya digunakan berkaitan dengan tawassu, yakni:
wasilah dan tawassul. Kata 'wasilah' dari bahasa Arab 'وَسِيْلَـةً ' berasal dari akar kata ' وَسَلَ – يَسِلُ – وَسِيْلَـةً '
yang berarti berbuat atau beramal untuk mendekatkan diri kepada sesuatu. Karena
itu, kata 'wasilah' berarti jalan atau sarana yang menyambung dan mendekatkan
sesuatu dengan yang lain. وَسَّلَ إِلَى الَّلـهِ
berarti beramal untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt. Wasilah menurut istilah akidah Islam berarti jalan atau sarana yang dijadikan oleh seseorang
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., sesuai dengan yang disyari'atkan
Allah swt., yakni iman dan amal saleh yang disertai dengan memperbanyak ibadah
secara langsung kepada-Nya
tanpa melalui perantara.
Sedangkan 'tawassul'
(تَوَسُّلً) seakar dengan kata wasilah,
yang berarti melakukan sesuatu perbuatan yang dengan perbuatan tersebut dapat
mendekatkan diri kepada sesuatu yang ditujunya. Karena itu, tawassul
dalam pengertian agama Islam adalah meminta pertolongan kepada Allah swt.
dengan menggunakan perantara (mediator) agar terpenuhi hajatnya
dalam mendapatkan manfaat atau menolak mudhârat.
Tawassul dalam
sudut pandang para ulama.
Dalam al-Qur’an, kata 'wasilah'
digunakan oleh Allah swt. sebanyak dua kali, yaitu pada: QS. Al-Mâ'idah, 5:35,
" يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ " (Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah
swt. dan bersungguh-sungguhlah mencari jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya,
dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan). Ayat
kedua, QS. Al-Isra', 17:56-57, " قُلْ ادْعُوا
الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ
وَلَا تَحْوِيلًا. أُوْلَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ " (Katakanlah: "Panggillah mereka
yang kamu anggap ( tuhan) selain Allah
swt., maka mereka tidak akan mampu mengelakkan bahaya dari kamu dan tiada
(juga) pengalihan. Orang-orang yang
mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan ke Tuhan mereka).
Menurut para
mufasir, yang dimaksud dengan wasilah pada ayat di atas adalah
iman dan amal saleh, atau jalan yang dipakai seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt., seperti: usaha memperbanyak ibadah, berbuat kebajikan, menegakkan budi
pekerti luhur, dan belas kasihan kepada sesama. Pandangan lain, wasilah adalah
permintaan pertolongan kepada orang lain yang masih hidup untuk membacakan do'a
dan memohonkan sesuatu kepada Allah swt. Hal ini pernah dilakukan oleh para
sahabat Rasulullah saw. Mereka meminta Nabi saw. agar mendo'akan mereka. Umar
bin Khattab pernah meminta Ibnu 'Abbas (paman Nabi saw.) ketika mengerjakan
salat istisqâ' (minta hujan), agar membaca do'a. Menurut Prof.Dr.
Mutawalli al-Sya'rawi, sikap sahabat Nabi di atas didasarkan pada hadis riwayat
Imam Muslim, Abu Daud, Imam al-Turmuzi, dan
al-Nasa'iy. Karena itu, minta tolong kepada orang-orang yang masih hidup untuk
dido'akan tidak dilarang oleh agama, dan inilah yang dimaksud wasilah dengan
do'a Nabi saw., para wali, dan para orang saleh lainnya. Namun bertawassul
kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia, dalam pandangan al-Sya'rawi yang
dikutip dari Ibnu Taimiah, sudah dipandang perbuatan syirik, karena
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. tidak perlu menyandarkan diri kepada
roh-roh atau kesalehan orang-orang yang sudah meninggal dunia dan menjadikannya
sebagai perantara. Ini adalah sikap kaum paganist Arab Jahiliah. Dalam QS. Al-Zumar/39:3, Allah berfirman " وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
" (Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah swt. (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah swt. dengan sedekat-dekatnya).
Menurut Dr.
Yusuf Qardhawi, perbuatan meminta tolong, meminta berkah, atau berdo'a agar
dikabulkan niatnya, disembuhkan penyakitnya, dan sebagainya kepada Allah swt.
lewat perantaraan orang yang sudah meninggal dunia termasuk perbuatan syirik
akbar khâfi (syirik besar yang tersembunyi). Al-Sya'rawi juga memahami
QS. Al-Isra', 17:56-57 di atas, bahwa berdo'a kepada Allah swt. melalui
tawassul kepada Nabi, para wali, atau para orang saleh, tidak akan bermanfaat
bagi manusia karena tidak dapat mengubah situasi dan kondisi, serta tidak akan
dapat mengubah ketentuan dan takdir Allah swt., meskipun kedudukan para Nabi
dan wali itu tinggi di sisi Allah swt. Menurutnya, wasilah yang benar
adalah pendekatan diri kepada-Nya dengan ketaatan dan kepatuhan menjalankan
perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya. Menurut Prof.Dr.M. Quraish Shihab,
ulama melarang bertawassul baik dengan nama Nabi, lebih-lebih dengan para wali
dan orang-orang saleh, karena kekhawatiran hal tersebut tidak dipahami oleh
masyarakat awam, yang seringkali atau boleh jadi menduga bahwa mereka
itulah—baik yang telah wafat atau yang masih hidup—yang mengabulkan permohonan
mereka, termasuk berperanan mengurangi peran Allah swt. dalam mengabulkan do'a
mereka.
Akhirnya, dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut;
1. Tawassul yang dibenarkan adalah yang sesuai dengan syari'at
Islam, yakni tawassul dengan iman dan amal saleh, serta memperbanyak ibadah
hanya kepada Allah swt. secara langsung tanpa melalui perantara.
2. Bertawassul atas nama Nabi, para wali, atau para orang saleh
boleh saja selama mereka itu masih hidup, namun bertawassul kepada mereka yang
telah meninggal merupakan perbuatan musyrik.
3. Bertawassul kepada seseorang yang masih
hidup tidak banyak memberi manfaat pada manusia, karena ia tidak akan dapat
juga mengubah ketentuan dan takdir Allah swt., sementara mereka yang dijadikan
tawassul itu sendiri masih tetap meminta dan mencari wasilah dari Tuhan mereka.
Demikian, wa Allah a'lam, semoga!